Rasa
Jenuh Yang Terpaksa Kusenangi
Oleh: Fitri Sa’banniah
Kriing..kriing… alarmku sudah
berbunyi. Aku meraba-raba meja berniat mematikannya. “Kak, bangun” teriak
mamaku
“Iya ma.” Aku bergegas mengambil
handuk dan mandi. Sedangkan mama menghamparkan sajadah untuk sholat shubuh
berjamaah.
Aamiin..
“Hari ini sudah mulai kuiah kan kak
?” Tanya ayahku seuai sholat. Ayahku lulusan akhwalus Syaksiyyah juga. Sama
seperti jurusan yang akan ku tempuh selama kurang lebih 4 tahun kedepan.
“Iya yah. Hem…” Aku mengerutkan
keningku. Ayah hanya tertawa kecil. Dirinya tahu betul kenapa aku begini. Aku
lulusan Sekolah umum jurusan IPA, inginku juga melanjutkan study sesuai dengan
apa yang pernah kupelajari, setidaknya 3 tahun menempa bangku SMA tidak hanya
sebatas mendapatkan ijazah. Aku mencoba mendaftar di Universitas di pulau Jawa
mengambil jurusan Fisioterapi. Hanya bermodalkan rapor dan beberapa persyaratan
lainnya Alhamdulillah aku diterima. Tapi sayang, allah berkata lain. Belum
cukup rezeki untuk mendaftar ulang disana. Akhirnya aku mengikuti saran ayahku
untuk mengambil jurusan ini.
Tepat pukul 6.15 aku pamitan sama
ayah dan mama. Berangkat dengan ransel dan bismillah yang menguatkan langkahku.
Disepanjang perjalanan aku masih
memikirkan prodi yang ku ambil ini. Tepatkah? Bisakah aku menjadi yang
terbaik diluar zona amanku? Aku yakin
pasti rata-rata dari pondok pesantren, atau tidak dari Madrasah Aliyah.
Hufth.. Aku menghela nafas panjang, Aku
bukannya menyesal. Hanya saja ada sedikit gejolak dihati dan pikiranku. Apa
yang akan kupelajari nanti? Yang kutahu tak akan ada mata kuliah fisika,
biologi dan kimia. Arrgh.. Berulang kali memikirkan itu, berulang kali pula
rasa khawatir menghampiriku. Prodi Hukum keluarga Islam? Aku tak terlalu paham.
Tradaaa. Hai Fisya. Welcome to the
campus.” Widya mengagetkanku dari arah belakang.
“Haha, yaw id. Kamu juga. Selamat
menjadi mahasiswa ya. Selamat menemouh hidup baru” kataku sambil tertawa jaim
“nikah kali fis..” widya memanyunkan
mulutnya kemudian disusuli gelak tawa.
“dah dulu ya, bentar lagi masuk nih.
Dah widya assalamu’alaikum
“iya, wa’alaikumsalam”
**
Dari jauh kulihat
pintu kelas masih terkunci rapat. Ada beberapa orang di depannya. Aku yakin
mereka adalah teman sekelasku. Bismillah. Batinku saat menginjak poslen pertama
di selasar ruang kelas.
“Hai, kamu di ruang ini?” sapaku dengan seorang gadis di depan
pintu kelas
“Iya, kamu disini juga? Ia membalasku ramah. Aku mengangguk,
memberikan senyumanku dan menyalaminya.
“Saya Fisya. Dari Jeruju Besar Sungai Kakap” Aku memulai untuk
mengenalkan diri, tak ketinggalan senyumanku.
“Aku Desi, panggil aja Desi, rumahku di Jl. Tebu.”
Owh.. Gak jauh dengan rumah nenekku. Di Gg Lamtoro
Oh, iya. Salam kenal ya
Pintu dibuka. Semua yang masuk mengisi bangku belakang. Hanya aku duduk
sendirian di barisan paling depan. Satu persatu masuk. Aku memperhatikannya.
Hai, saya Fisya.” AKu menyalami mereka yang duduknya di belakangku
“Aku echa.”
“Aku Devi”
Sstttt………
Dosen pertama, Pak
Sultan. Aku tahu namanya dari jadwal. Inikah orangnya? Hem. Berkharisma.
Bapak memulai perkenalan, unsur humoris tak jauh dari ucapannya
sehingga membuat suasana tak terlalu tegang.
Setelah jam usai.. mata kuliah berikutnya tak engah jam berlalu.
Semua pada sibuk sendiri. Ah, membosankan, kerutuku dihati.
Rasa sedih kembali melanda hatiku, ingin rasanya aku menangis.
Keluar dari tempat ini. Tapi aku mengingat kedua orang tuaku. Apa yang harus
aku lakukan?
Hari pertama jam kedua tidak ada dosen. Ini kejenuhan yang terpaksa
aku senangi. Aku pulang hanya menyapa Desi. Karena hanya ia yang tersenyum
padaku. Yang lain? Entahlah. Mungkin karena belum saling mengenal. J
Cerpen : Rasa Jenuh Yang terpaksa kusenangi
FB: Fitri Sa’banniah
Ig: Fitri_Des97
Mahasiswi Hukum Keluarga Islam di IAIN Pontianak Tahun 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar